Rabu, 07 Mei 2014

ANALISIS FILM CALO PRESIDEN ( Teori Emile Durkheim, Karl Mark dan Talcot Persons )



khoirotun nikmah

Dibagikan kepada publik  -  3 Mei 2014
ANALISIS FILM CALO PRESIDEN
( Teori Emile Durkheim, Karl Mark dan Talcot Persons )
Disusun untuk memenuhi tugas
 SOSIOLOGI BUDAYA




Oleh :
Khoirotun Nikmah
120521100018

          PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS IMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2013-2014
Sekilas Alur Cerita Film Calo Presiden
Film “Capres (Calo Presiden)” menceritakan tentang seorang office boy bernama Hartono (diperankan oleh Dwi Sasono) yang dicalonkan oleh partai ASU (Anggaran Semuanya Untukmu) tempat ia bekerja, untuk menjadi calon presiden menggantikan Ketua Umum partai tersebut yang ditangkap oleh KPK. Motif pencalonan Hartono oleh para petinggi partai sebagai calon presiden yang bakal maju dalam pemilu semata-mata agar dana yang telah terkumpul dari sejumlah pejabat dan pengusaha untuk kampanye partai dapat dipertahankan. Hartono adalah seorang staf administrasi kantor yang lugu dan mau diangkat sebagai karyawan di kantor tersebut dengan gaji 2 juta lima ratus, dia sangat bahagia sekali, dengan tugas yang sangat mudah.
Pada awalnya para petinggi partai ASU tersebut dapat menyetir kegiatan politik Hartono yang memang terkesan lugu dan polos itu. Akan tetapi, lama-kelamaan ia mulai sadar bahwa apa yang dilakukan teman-temannya tidak sesuai dengan hati nurani, setelah melihat secara terang-terangan kejahatan seperti pemukulan, pembunuhan hingga peraktik perdukunan yang telah dilakukan demi mencapai keinginan dan kepentingan pribadi masing-masing petinggi partai ASU. Terlebih lagi setelah aktif di dunia politik, ia mulai jarang berkomunikasi dengan kekasihnya, yaitu Ningsih yang diperankan oleh Happy Salma. Ini membuat hubungannya dengan Ningsih renggang.
Atas idealisme yang diajarkan ayahnya bahwa seorang pemimpin seharusnya memiliki 3 kriteria yaitu mampu melayani rakyat, belajar dari pemimpin yang berhasil serta mempunyai seseorang yang mirip walaupun berada di belahan dunia yang lain (Doppelgänger), Hartono mulai bertindak sendiri. Ia maju sebagai calon presiden yang menawarkan solusi penyelelesaian masalah nasional dengan cara menghindari kekerasan dan menggalang perdamaian.
Aksi Hartono membuat para petinggi Partai ASU cemas. Mereka takut kepentingan pribadi mereka tidak dapat terealisasi. Ditambah lagi kemunculan sosok yang mirip dengan Hartono mampu mengecoh mereka saat ingin menghancurkan karier politiknya yang tengah bersinar karena telah menarik perhatian dan dukungan rakyat. Pada akhir cerita, para petinggi Partai ASU yang korup itu tak bisa menyangkal bahwa Hartono memang layak menjadi pemimpin.
Þ      Analisa Teori Sistem- Emile Durkheim
Pada dasarnya, film bergenre komedi ini ingin mengemas isu politik yang tengah terjadi sebagai wacana yang ringan sehingga menjadi tayangan yang dapat ditonton dengan santai. Akan tetapi, banyolan-banyolan yang ditampilan hanya dapat kita temukan pada awal-awal cerita. Selebihnya film ini nyaris berisi hal-hal serius. Jika dianalisis dengan Teori fungsionalisme menurut Emile Durkheim menekankan kepada keteraturan “masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu  dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa mengalami dinamika secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan”.
Hal tersebut tergambar jelas pada perusahan atau instansi partai politik ASU, terdapat struktur-struktur yang dibedakan seperti struktur jabatan, pekerjaan dan peran, mulai dari ketua umum, staf-staf departmen hingga pekerja bawah office boy yang memiliki fungsinya masing-masing. Tidak berfungsinya salah satu sistem sebagai mana mestinya seperti yang dilakukan ketua umum partai yaitu melakukan korupsi menyebabkan parpol tersebut mengalami posisi yang merusak equilibrium sehingga ketua umum tertangkap KPK dan hilangnya fungsi jabatan karena tidak menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Maka munculah dinamika – perubahan kepemimpinan untuk menjaring ketua umum baru yang sekiranya memenuhi kriteria, meskipun kriteria yang diajukan mengandung kecurangan dan kepentingan pribadi.
Di dalam suatu sistem tersebut sudah selayaknya memiliki aturan, normative dan value yang dapat mempertahankan integritas dan keharmonisan di dunia perpolitikan. Adanya praktek – praktek kejahatan seperti pemukulan, pembunuhan hingga peraktik perdukunan yang telah dilakukan demi mencapai keinginan dan kepentingan pribadi masing-masing petinggi partai ASU ini akan menjadi permasahan besar yang merugikan kepentingan umum (negara), hal ini disebabkan adanya kesempatan melanggar etika norma dan nilai serta kurangnya iman/spiritual dalam diri pelaku kejahatan. Durkheim berpikir “bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi”.  
Kemudian dalam masyarakat modern yang organik akibat dari pembagian kerja yang semakin kompleks ini. Menurut Durkheim bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif. Sehingga munculah klasifikasi- berdasarkan dimensi normatif dan relegius, membedakan mana yang secred dan yang profan jika tidak dapat membedakan berarti melakukan penyimpangan.
Film ini menunjukkan bahwa  Kejujuran yang dilakukan Hartono menjadi barang langka dalam mewujudkan kehidupan bernegara dalam pemerintahan yang baik dan bersih. Sifat jujur seringkali dianggap menyimpang dan salah tempat, apalagi dalam kegiatan politik. Para aktor dalam dunia politik biasanya mendahulukan kepentingan individu apabila ada kesempatan yang datang perihal jabatan dan otoritas.
Þ      Analisis Teori Sistem - Karl Mark
Para tokoh sosiologi konflik berbeda pendapat dengan aliran struktural fungsional ketika melihat konflik di masyarakat. Dalam pandangan mereka, tindakan individu di masyarakat merupakan hasil dari konflik. Tokoh sosiologi konflik juga melihat bahwa kepentingan individu atau kelompok berada di atas norma sosial dan aturan di masyarakat. Para tokoh sosiologi konflik, misalnya Karl Marx, melihat masyarakat selalu dipenuhi dengan pertentangan kepentingan.
Teori konflik Karl Mark menekankan bahwa masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan terpilihnya Hartono untuk menjadi calon presiden menggantikan Ketua Umum partai ASU yang ditangkap oleh KPK. Motif pencalonan Hartono oleh para petinggi partai ASU sebagai calon presiden yang bakal maju dalam pemilu semata-mata agar dana yang telah terkumpul dari sejumlah pejabat dan pengusaha untuk kampanye partai dapat dipertahankan, dengan begitu akan mendapatkan kepentingan yang sebesar-besarnya.
Menurut Marx, sejarah umat manusia sejak zaman primitif dibentuk oleh faktor-faktor kebendaaan, dan pada abad ke 21 ini faktor-faktor kebendaan masih mendoktrin kepribadian manusia. Dengan adanya pemilikan pribadi yang kemudian menimbulkan pertarungan memperebutkan materi atau kekayaan ekonomi. Materi atau bendalah yang menjadi faktor konstitutif proses sosial politik kemanusiaan. Marx menyangkal argumen Hegel maupun Weber yang melihat faktor non-bendawi, roh, dan gagasan berpengaruh dan menentukan sejarah. Inilah paham materialisme sejarah Marx. Sebagaimana yang dilakukan pihak-pihak antagonis dalam partai ASU tersebut dengan menjadikan Hartono sebagai korban/ tumbal.
Þ      Analisis Teori Sistem -  Talcott Parsons
Berbeda dengan Mark, Persons mengatakan bahwa “masyarakat tersusun dari empat subsistem  yang berbeda, yang masing-masing subsistem mempunyai fungsi untuk memecahkan persoalan tertentu dan timbulnya konflik di masyarakat merupakan penyimpangan yang menyebabkan munculnya masalah sosial”.
          Subsistem ini mengambil bentuk lembaga institusi partai politik ASU. Persons mengklaim bahwa keempat unsur ini harus ada di dalam masyarakat atau subsistem jika masyarakat itu mau bertahan dalam waktu yang cukup panjang.  Keempat unsur itu ialah :
1.      Adaptasi (adaptation)
2.      Pencapaian tujuan (goal attainment)
3.      Integritas ( integration)
4.      Latensi atau pemeliharaan
Untuk menganalisis film yang disutradarai Toto Hoedi ini, kita akan menemukan bahwa partai politik ASU mempunyai subsistem AGIL, yaitu :
Adaptasi : sebagai alat dan sarana adaptasi yang paling ampuh adalah uang. Sebuah tatanan pemerintahan dikatakan bad govermance apabila terdapat penyelewengan dalam pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam film Calo presiden, tokoh Pak Surip sebagai orang kejaksaan yang disuap agar tidak mem-blow up kasus Ketua Umum Partai ASU-Pak Gondo, yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden adalah contoh sebagian kecil dari penyebab munculnya masalah sosial.
Masalah sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor budaya, organisasi dan manajemen serta individu,. Contoh budaya korup yang terlembaga adalah menggunakan “uang pelicin” atau mengistilahkan “uang administrasi” sebagai alasan agar kepentingan dapat terealisasikan.
Goal attainment : parpol ASU mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan yaitu  tidak lain dan tidak bukan adalah merebut kursi kekuasaan negara. Menduduki Kekuasaan tertinggi di negara Indonesia (Presiden RI ) merupakan  hasil atau output dari parpol dan kepemimpinan dengan bantuan dan dukungan dari panglima perebutan kekuasaan yaitu Politik.
Integration : penyatuan ini ditekaknkan denagn adanya unsur pengaruh. Awalnya pengaruh ini diberikan oleh petinggi – petinggi partai ASU untuk melancarkan Hegemoni terhadap Hartono dan menjadikannya boneka atau tumbal dalam pencapaian tujuan partai, lama-kelamaan ia mulai sadar bahwa apa yang dilakukan teman-temannya tidak sesuai dengan hati nurani. Hartono mulai bertindak sendiri. Ia maju sebagai calon presiden yang menawarkan solusi penyelelesaian masalah nasional dengan cara menghindari kekerasan dan menggalang perdamaian. Adanya tindakan idealisme menurut pesan Ayahnya tersebut ia membuat para petinggi Partai ASU cemas dan mampu mempengaruhi masyarakat bahwa hartono layak menjadi pemimpin.
Latensi : komitmen terhadap nilai, agar tetap terjaga solidaritas, politikus Parpol ASU harus mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui  motivasi baik individu atau kelompok dengan meningkatkan pengawasan, karena Pengawasan yang rendah dalam sebuah organisasi atau lembaga juga dapat memicu KKN. Beruntung negara ini memiliki KPK yang setidaknya mampu meminimalisir tindakan korupsi. Bukannya pesimis jika peraktik KKN dapat dihilangkan, akan tetapi KKN sepertinya sudah mewabah di segala aspek kehidupan.
Þ    Problem solving
Film bergenre drama-komedi-parodi ini menggambarkan kondisi perpolitikan yang menyebar di seluruh kalangan masyarakat Indonesi. Baik dari level masyarakat yang konsisten memilih sampai masyarakat yang tidak konsisten menyelamatkan hak suara, dari level toko politik yang berjuang untuk rakyat sampai tokoh politik yang mengkhianati masyarakat dengan egoismenya.
Pemecahan masalah untuk mengatasi dunia perpolitikan yang carut marut ini dengan cara  pembersihan mesin politik negara. Mesin politik ini berupa lembaga yang resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung dalam trias politika : Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.  Jika ketiga lembaga pengatur pemerintahan tersebut diduduki oleh orang-orang bersih, jujur dan bertanggung jawab ( pemimpin yang idelasime) maka akan menjadikan tegaknya Peraturan dan hukum di negara Indonesia.
Peraturan merupakan kunci bagi alternatif untuk memecahkan masalah sosial. Norma dan aturan sosial diandaikan sebagai pihak ketiga yang menjadi penengah ketika terjadi konflik sosial . Selain itu, perlu juga penegak hukum yang bertindak adil menurut aturan yang berlaku. Dalam masyarakat yang beragam kebudayaan akan sangat mudah terjadi konflik, namun teori fungsional akan menjadi garis tengah untuk menjadikan sebuah perbedaan menjadi alat untuk bersatu. Jadi, konflik sosial dapat diselesaikan dengan tegaknya peraturan dan hukum sebagai Problem solving tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar